Seringkali,
meski tidak selalu, yang dijadikan sebagai penanda atau penciri untuk menunjuk
kekhasan alias keunikan suatu daerah atau tempat tertentu adalah makanan alias
kuliner daerah tersebut. Contohnya Bandung identik dengan peyeum-nya, Madura
dan Betawi dengan soto-nya, dan Jogja dengan gudeg-nya. Sedangkan untuk kasus
Banten, selain sate bandeng, makanan atau kuliner yang juga diidentikkan dengan
kekhasan Banten adalah nasi sumsum dan rabeg wedhus. Selain tentu saja ada
kuliner rakyat Banten yang telah lama akrab dengan lidah kita, yaitu nasi uduk.
Sementara
itu, secara sosiologis dan antropologis, aneka kuliner di Nusantara juga
mencerminkan keragaman dan kekayaan kultural masyarakat Nusantara itu sendiri.
Makanan rakyat, demikian ujar salah-seorang pengajar di Jurusan Antropologi
UGM, Lono Simanjuntak, adalah salah-satu cerminan unsur budaya yang cukup
sentral karena menunjukkan penanda keragaman pencerapan tubuh manusianya, yang
dalam hal ini adalah lidah dan selera, yang ternyata tidak sama alias memiliki
kekhasan dalam setiap etnis dan masyarakat di Nusantara. Contohnya perbedaan
antara orang Jawa yang menyukai manis dengan orang Padang yang menyukai pedas.
Hal lain
yang juga menarik adalah keragaman dan kekhasan makanan atau kuliner setiap etnis
atau masyarakat di Nusantara tersebut erat kaitannya dengan lingkungan alam dan
kondisi sosial masyarakatnya. Sebut saja sebagai contohnya unsur-unsur atau
bahan-bahan yang menjadi makanan alias kuliner suatu masyarakat atau
etnis-etnis tertentu di Nusantara berkait erat dengan khasanah kekayaan alam
dan kondisi lingkungan yang membentuk budaya masyarakatnya. Contohnya,
masyarakat di Papua cukup akrab dengan kuliner dan makanan yang terbuat dari
sagu dan masyarakat di Madura dengan jagung.
Yang juga
tak kalah remeh, yang dalam hal ini secara ekologis, ada banyak ragam makanan
atau kuliner masyarakat di Nusantara yang dalam proses pembuatannya ramah
lingkungan alias tidak merusak secara ekologis, semisal ragam makanan atau
kuliner dan jajanan rakyat yang menggunakan daun jati dan daun pisang sebagai
kemasan dan pembungkusnya, dan lain sebagainya.
Ragam Budaya
Banten dalam Kuliner
Seperti di
masyarakat-masyarakat atau etnis-etnis lainnya di Nusantara, seperti telah
disebutkan, ada banyak ragam makanan atau kuliner masyarakat Banten yang dapat
menjadi penanda atau penciri kultural masyarakat Banten, semisal nasi sumsum,
nasi uduk, dan rabeg wedhus, untuk menyebut beberapa contohnya saja. Dan
rupa-rupanya, keragaman makanan atau kuliner masyarakat Banten itu, juga
mencerminkan keragaman dan kekayaan kultural, yang pada saat bersamaan, juga
menjadi penciri alias penanda aspek-aspek sosial dan historis makanan atau
kuliner itu sendiri.
Sebagai
contoh, rabeg wedhus konon dalam sejarahnya merupakan menu makanan favorit para
Sultan Banten, yang dapat dikatakan sebagai menu wajib di keraton Kesultanan
Banten. Sementara nasi sumsum dan nasi uduk merupakan makanan dan kuliner
masyarakat Banten kebanyakan alias masyarakat Banten pada umumnya. Meski untuk
konteks saat ini, diferensiasi tersebut telah lebur, hilang, dan mencair
seiring perubahan sosial-politik masyarakat dan maraknya kehidupan masyarakat
kapitalis mutakhir yang nyaris seragam. Singkatnya, meskinya mulanya kuliner
atau makanan tertentu merupakan menu kelas tertentu pula, sekarang sudah tidak
lagi berlaku, alias telah mengalami demokratisasi makanan dan kuliner dalam
masyarakat Banten, seperti juga dalam masyarakat-masyarakat atau etnis-etnis
lain di Nusantara.
Ragam
kuliner dan makanan masyarakat Banten tersebut, dapat kita jumpai di beberapa
tempat, khususnya di wilayah Serang, semisal di kawasan Pasar Lama (yang juga
terkenal dengan jajanan rakyat bubur sumsumnya itu), Royal, kawasan Ciceri dan
lain sebagainya. Dan khusus untuk nasi uduk dan bubur sumsum itu, kita dapat
menjumpainya di waktu-waktu malam hari, meski tidak selalu.
Budaya
Sosial-Keagamaan Kuliner Masyarakat
Seperti juga
di masyarakat-masyarakat atau etnis-etnis lain di Nusantara, ada ragam makanan
atau kuliner tertentu masyarakat Banten yang dibuat pada waktu-waktu tertentu
pula, semisal ragam makanan dan kuliner yang dibuat pada hari-hari raya atau
hari-hari suci keagamaan dan pada bulan Ramadhan alias bulan puasa ummat Islam.
Contohnya adalah apem, rangginang, ketupat, kolak, gemblong, tape, jipang,
dodol, dan masih banyak lagi yang akan menjelma deret panjang bila diabsen satu
persatu.
Setidak-tidaknya,
pembuatan ragam makanan dan kuliner masyarakat Banten pada waktu-waktu
tertentu, semisal pada hari-hari raya atau hari-hari suci keagamaan dan pada
bulan puasa itu, mencerminkan dekatnya nuansa religius dan keagamaan dalam
tradisi atau budaya pembuatan ragam makanan dan kuliner dalam masyarakat Banten
itu sendiri.
Selain itu,
ada juga ragam makanan atau kuliner masyarakat Banten yang dibuat, disajikan,
dan disantap dalam upacara-upacara selamatan atau riungan, semisal nasi kuning,
nasi ketan, bubur beras, dan lain sebagainya, yang dapat dijadikan sebagai
penanda bahwa memang ragam makanan atau kuliner tertentu masyarakat Banten
memang dikhususkan sebagai “sajian” yang sifatnya sakral dan dalam rangka
upacara keselamatan semisal ruwatan atau selamatan anak yang baru lahir dan
membuat rumah.
Kuliner
Sebagai Identitas dan Kekayaan Budaya dan Pariwisata
Tak ragu
lagi, selain aspek sosial dan keagamaan ragam makanan atau kuliner masyarakat
Banten itu, juga akan menjadi daya-tarik dan kekayaan yang sifatnya “kebudayaan
dan kearifan lokal” dan juga dapat menjadi daya-tarik pariwisata Banten itu
sendiri. Kita sudah maphum, ketika orang mengunjungi sebuah tempat wisata,
mereka juga tak semata-mata ingin menikmati keindahan atau kekhasan suatu
daerah yang dikunjungi, melainkan juga ingin mengetahui dan merasakan kekhasan
makanan dan kuliner daerah atau tempat yang mereka datangi dan mereka kunjungi.
Jika demikian,
maka tak ragu lagi, keragaman kuliner atawa jajanan masyarakat Banten seperti
nasi sumsum, rabeg wedhus, nasi uduk, bubur sumsum, sate bandeng, dan yang
lainnya itu, akan menjadi penanda, penciri, atau penunjuk budaya dan identitas
apa yang akan kita sebut kekhasan Banten sebagai lanskap kultural dan
pariwisata. Bahkan, dan di sini kita boleh bangga, sate bandeng dan nasi
sumsum, sudah cukup populer bagi masyarakat-masyarakat lain di luar Banten,
bahkan wisatawan asing. Namun demikian, masih banyak ragam makanan atau kuliner
masyarakat Banten lainnya yang belum cukup dikenal oleh masyarakat atau orang
dari luar Banten, semisal nasi uduk Banten dan bubur sumsum.
Dan sebelum
tulisan ini disudahi, sekali lagi tulisan ini ingin menekankan, bahwa ragam
makanan atau kuliner masyarakat Banten, semisal nasi sumsum dan rabeg wedhus,
selain sate bandeng yang sudah populer itu, tak bisa diingkari, adalah juga
salah-satu identitas dan paten sosial-budaya masyarakat Banten yang akan
menjadi penciri atau penanda apa yang akan kita sebut sebagai Banten itu
sendiri. Bahwa Banten juga tidak hanya silat, magic atau debus, tetapi kearifan
lokal dan keragamanan budayanya, yang dalam hal ini salah-satu contohnya
tercermin dalam keragaman makanan atau kuliner masyarakatnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar